Sunday, February 6, 2011

Azab Kaum Nasrani


AZAB KAUM NASRANI

Abdullah berkata, Saya mendengar Abu Burdah menceritakan kepada Umar bin Abdul Aziz dari ayahnya Abu Musa al-Asy'ari, dia berkata, Rasulullah saw. Bersabda, "Jika hari kiamat tiba, maka para nabi dan umatnya diseru. Maka diserulah Isa. Allah telah menuturkan nikmat yang telah dianugerahkan kepadanya dan Isa pun mengakuinya. Allah berfirman, "Hai Isa putra Maryam, ingatlah akan nikmat-Ku yang diberikan kepadamu dan kepada ibumu.' Kemudian Allah berfirman, `Adakah kamu mengatakan kepada manusia, `Jadikanlah aku dan ibuku dua tuhan selain Allah." Isa menolak bahwa dirinya mengatakan demikian. Lalu ditampilkan kaum Nasrani dan ditanya. Maka mereka menjawab, `Benar, Isa menyuruh kami berbuat demikan.' Nabi bersabda, `Maka rambut Isa menjadi panjang. Lalu setiap malaikat memegang sehelai rambut kepala dan bulu tubuh Isa. Kemudian Isa menjadikan kaum Nasrani duduk memeluk lutut dihadapan Allah selama seribu tahun sebelum ditegakkan hujjah yang mengalahkan mereka, diangkat ke tiang salib dan digiring ke neraka,'

"Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: "Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: "Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?" Isa menjawab: "Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya maka tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau.  Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang gaib-gaib".Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan) nya yaitu: "Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu", dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan (angkat) aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu.Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.  (QS. Al-Maa-idah:116-118)

»»  READMORE...

Andaikata

Andaikata Oh Andaikata

Seperti yang telah biasa dilakukannya ketika salah satu sahabatnya meninggal dunia Rasulullah mengantar jenazahnya sampai ke kuburan. Dan pada saat pulangnya disempatkannya singgah untuk menghibur dan menenangkan keluarga almarhum supaya tetap bersabar dan tawakal menerima musibah itu. Kemudian Rasulallah berkata,"tidakkah almarhum mengucapkan wasiat sebelum wafatnya?" Istrinya menjawab, saya mendengar dia mengatakan sesuatu diantara dengkur nafasnya yang tersengal-sengal menjelang ajal"

"Apa yang di katakannya?"
"Saya tidak tahu, ya Rasulallah, apakah ucapannya itu sekedar rintihan sebelum mati, ataukah pekikan pedih karena dasyatnya sakaratul maut. Cuma, ucapannya memang sulit dipahami lantaran merupakan kalimat yang terpotong-potong."
"Bagaimana bunyinya?" desak Rasulallah.
Istri yang setia itu menjawab,"suami saya mengatakan "Andaikata lebih panjang lagi....andaikata yang masih baru....andaikata semuanya...." hanya itulah yang tertangkap sehingga kami bingung dibuatnya. Apakah perkataan-perkataan itu igauan dalam keadaan tidak sadar, ataukah pesan-pesan yang tidak selesai?"

Rasulallah tersenyum."sungguh yang diucapkan suamimu itu tidak keliru,"ujarnya.
Kisahnya begini. pada suatu hari ia sedang bergegas akan ke masjid untuk melaksanakan shalat jum'at. Ditengah jalan ia berjumpa dengan orang buta yang bertujuan sama. Si buta itu tersaruk-saruk karena tidak ada yang menuntun. Maka suamimu yang membimbingnya hingga tiba di masjid. Tatkala hendak menghembuskan nafas penghabisan, ia menyaksikan pahala amal shalehnya itu, lalu iapun berkata "andaikan lebih panjang lagi". Maksudnya, andaikata jalan ke masjid itu lebih panjang lagi, pasti pahalanya lebih besar pula.

Ucapan lainnya ya Rasulullah?" tanya sang istri mulai tertarik.
Nabi menjawab, "adapun ucapannya yang kedua dikatakannya tatkala, ia melihat hasil perbuatannya yang lain. Sebab pada hari berikutnya, waktu ia pergi ke masjid pagi-pagi, sedangkan cuaca dingin sekali, di tepi jalan ia melihat seorang lelaki tua yang tengah duduk menggigil, hampir mati kedinginan. Kebetulan suamimu membawa sebuah mantel baru, selain yang dipakainya. Maka ia mencopot mantelnya yang lama, diberikannya kepada lelaki tersebut. Dan mantelnya yang baru lalu dikenakannya. Menjelang saat-saat terakhirnya, suamimu melihat balasan amal kebajikannya itu sehingga ia pun menyesal dan berkata, "Coba andaikan yang masih yang kuberikan kepadanya dan bukan mantelku yang lama, pasti pahalaku jauh lebih besar lagi". Itulah yang dikatakan suamimu selengkapnya.

Kemudian, ucapannya yang ketiga, apa maksudnya, ya Rasulullah?" tanya sang istri makin ingin tahu. Dengan sabar Nabi menjelaskan, "ingatkah kamu pada suatu ketika suamimu datang dalam keadaan sangat lapar dan meminta disediakan makanan? Engkau menghidangkan sepotong roti yang telah dicampur dengan daging. Namun, tatkala hendak dimakannya, tiba-tiba seorang musyafir mengetuk pintu dan meminta makanan. Suamimu lantas membagi rotinya menjadi dua potong, yang sebelah diberikan kepada musyafir itu. Dengan demikian, pada waktu suamimu akan nazak, ia menyaksikan betapa besarnya pahala dari amalannya itu. Karenanya, ia pun menyesal dan berkata 'kalau aku tahu begini hasilnya, musyafir itu tidak hanya kuberi separoh. Sebab andaikata semuanya kuberikan kepadanya, sudah pasti ganjaranku akan berlipat ganda. Memang begitulah keadilan Tuhan. Pada hakekatnya, apabila kita berbuat baik, sebetulnya kita juga yang beruntung, bukan orang lain. Lantaran segala tindak-tanduk kita tidak lepas dari penilaian Allah. Sama halnya jika kita berbuat buruk. Akibatnya juga akan menimpa kita sendiri. Karena itu Allah mengingatkan: "kalau kamu berbuat baik, sebetulnya kamu berbuat baik untuk dirimu. Dan jika kamu berbuat buruk, berarti kamu telah berbuat buruk atas dirimu pula."(QS. Al Isra':7)
»»  READMORE...

Kesadaran


Kisah Sesendok Madu

Ada sebuah kisah simbolik yang cukup menarik untuk kita simak. Kisah ini adalah kisah tentang seorang raja dan sesendok madu. Alkisah, pada suatu ketika seorang raja ingin menguji kesadaran warganya. Raja memerintahkan agar setiap orang, pada suatu malam yang telah ditetapkan, membawa sesendok madu untuk dituangkan dalam sebuah bejana yang telah disediakan di puncak bukit ditengah kota. Seluruh warga kota pun memahami benar perintah tersebut dan menyatakan kesediaan mereka untuk melaksanakannya.

Tetapi dalam pikiran seorang warga kota (katakanlah si A) terlintas suatu cara untuk mengelak, "Aku akan membawa sesendok penuh, tetapi bukan madu. Aku akan membawa air. Kegelapan malam akan melindungi dari pandangan mata seseorang. Sesendok air pun tidak akan mempengaruhi bejana yang kelak akan diisi madu oleh seluruh warga kota."

Tibalah waktu yang telah ditetapkan. Apa kemudian terjadi? Seluruh bejana ternyata penuh dengan air. Rupanya semua warga kota berpikiran sama dengan si A. Mereka mengharapkan warga kota yang lain membawa madu sambil membebaskan diri dari tanggung jawab.

Kisah simbolik ini dapat terjadi bahkan mungkin telah terjadi, dalam berbagai masyarakat manusia. Dari sini wajar jika agama, khususnya Islam, memberikan petunjuk-petunjuk agar kejadian seperti di atas tidak terjadi: "Katakanlah (hai Muhammad), inilah jalanku. Aku mengajak ke jalan Allah disertai dengan pembuktian yang nyata. Aku bersama orang-orang yang mengikutiku (QS 12:108). Dalam redaksi ayat di atas tercermin bahwa seseorang harus memulai dari dirinya sendiri disertai dengan pembuktian yang nyata, baru kemudian dia melibatkan pengikut-pengikutnya.

"Berperang atau berjuang di jalan Allah tidaklah dibebankan kecuali pada dirimu sendiri, dan bangkitkanlah semangat orang-orang mukmin (pengikut-pengikutmu) (QS 4:84). Perhatikan kata-kata "tidaklah dibebankan kecuali pada dirimu sendiri." Nabi Muhammad saw. pernah bersabda: "Mulailah dari dirimu sendiri, kemudian susulkanlah keluargamu." Setiap orang menurut beliau adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas yang dipimpinnya, ini berarti bahwa setiap orang harus tampil terlebih dahulu. Sikap mental demikianlah yang dapat menjadikan bejana sang raja penuh dengan madu bukan air, apalagi racun.

Pelita Hati - M. Quraish Shihab
»»  READMORE...

Goresan Tangan


Goresan Tangan yang Menyingkap Otak si Penulis 
   
            Sorotan lebih tajam dilontarkan filsuf Cina, Konfusius: ? Tulisan tangan dapat secara sempurna menunjukkan apakah itu datang dari seorang cerdas atau seorang yang terbuka.? Dengan melirik tulisan pada amplop surat, kita langsung tahu teman dekat atau relasi yang mengirimnya. Tanpa perlu berkeluh-kesah di sepucuk surat, karibpun tahu hati kita tengah sedih lewat tulisan yang digoreskan.
Karenanya, tak mengagetkan bila terus berlangsung usaha membuat perbandingan tulisan tangan dengan emosi, karakter, watak, dan kepandaian si penulis. Sayang, itu hanya pernyataan dari deduksi. Seiring perkembangan bubuk kertas dan alat tulis, barulah pada abad 17 bermunculan pembahasan soal ini.
Jean Hyppolyte pada tahun 1875 mengenalkan frase graphology, untuk mengistilahkan ilmu tentang tulisan tangan. Merupakan kosa kata Yunani, graph berarti menulis dan logos bermakna ajaran. Jadi, meski istilah tersebut relatif baru dikenalkan, pokok pembahasan tentang tulisan tangan telah muncul puluhan abad sebelumnya.
Dimulailah fase kedua graphology sebagai kajian ilmu, pada 1897, saat Hans Busse membentuk Lembaga Penelitian Ilmu Graphologi di Jerman. Ludvig Klages, sejawat Busse, menulis secara lengkap dan sistematis ilmu tulisan tangan. Masih di Jerman, Lavater dan dua rekan Prancis-nya, Edouard Hocquart dan Abbe Flandrin, mengembangkan seni menafsirkan tulisan tangan.
Setengah abad kemudian ilmuwan Prancis, Michon, menggugah masyarakat lewat hasil penelitiannya tentang pergerakan tulisan tangan. Dia membeberkan bagian-bagian tertentu dalam tulisan tangan, seperti tekanan (stroke), surat, kata, garis dasar, paragraf, pergerakan bebas ('i' titik dan 't' batang), penjelasan dan uraian. Cara ini mampu mengalokasikan sebuah pergerakan khusus saat menulis, untuk mewakili satu bagian dari karakter yang menonjol.
Anak didiknya, Jule Crepieux-Jamin menghabiskan hidupnya untuk memperbaiki observasi Michon. Ia menemukan beragam bagian dari tulisan tangan dan membagi dalam 7 pengelompokan, yaitu dimensi, bentuk, tekanan, kecepatan, arah, tata letak, dan kesinambungan. Makna setiap pemberian tanda dalam tulisan tidak tetap. Jadi tak satupun tampilan tulisan tangan yang diyakini mampu mewakili segala hal tentang penulis, karena masih didukung beberapa faktor lain dalam tulisan. Teori ini hingga kini diamini semua ahli graphology dunia. Sezaman dengan Jamin, William T Preyer di Jerman memperkenalkan fakta bahwa "faktanya, tulis tangannya adalah tulisan otak".
Perkembangan graphology lebih maju lagi, saat Max Pulver, psikolog Swiss, pada awal 1900-an membagi tulisan tangan ke dalam tiga dimensi, yang dipakai hingga kini, yakni garis vertikal, horizontal, dan kedalaman pada sebuah tulisan. Robert Saudek dari Ceko memperhitungkan kecepatan saat menulis untuk menilai seseorang. Hans Jacoby, sejawat Saudek, memaparkan gerakan ekspresi, gerak tubuh, gaya berjalan, tercermin dari gerakan ekspresif tangan dan lengan saat menulis. Bahkan Rudolph Pophal, Ketua Jurusan Psikologi dan Graphologi di Universitas Hamburg, membawa graphology ke dalam wilayah penelitian yang berhubungan dengan otak dan struktur otot.
Begitu cepat perkembangan graphology sebagai ilmu kajian psikologi individu, meski usianya relatif muda. Eric Singer, ahli graphology Inggris masa kini, menyebutkan tulisan tangan kini sudah menduduki bagian terpenting dalam hubungan masyarakat. Lihat saja tanda tangan mampu menyelesaikan berbagai transaksi, kontrak, akta, maupun dokumen resmi lainnya. Tanpa tanda tangan, jangan harap bisa mencairkan cek. Guratan tanda tangan di atas surat sumpah di pengadilan, dapat menjadi kekuatan hukum dan pemalsunya diganduli hukuman berat.
Bayangkan pula, bila tulisan tangan mampu menelanjangi seluruh yang ada dalam diri Anda, mampu mengungkap perasaan, sifat, suasana hati, kepintaran si penulis. Mungkinkah mesin tik, komputer, dan alat cetak lainnya diciptakan untuk menyelubungi diri pembuat tulisan, dengan harapan memperkecil celah orang untuk mengetahui siapa diri Anda? Mungkin saja....
»»  READMORE...

Karakter

Bossy dan Manja, Apa Sebabnya?

Mungkin kita tak pernah sadar ternyata urutan lahir bisa mempengaruhi karakter dan pribadi kita. Urutan lahir dimulai dari anak pertama yang biasa disebut sulung, anak tengah dan anak terakhir yang sering kita dengar dengan sebutan bungsu. Ada stereotip mengenai karakter anak yang muncul berdasarkan urutan lahir anak. Si sulung biasanya cenderung memiliki sifat memerintah atau bossy, merasa mempunyai tanggung jawab yang lebih besar, anak tengah cenderung supel, pendiam, anak tunggal cenderung egois, dan anak bungsu cenderung manja. Benarkah?
Psikolog Hospital for Sick Children di Toronto, Dr Sandra Mendlowitz, tak menampik bahwa urutan kelahiran memengaruhi karakter seorang anak.
Anak tertua atau sulung biasanya memiliki rasa tanggung jawab untuk menjaga adik-adiknya serta sebagai pemimpin. Situasi ini membantu dalam membangun rasa percaya diri, kedewasaan, kepemimpinan, kemampuan perencanaan, dan prestasi. Namun, karakter 'kakak tertua' sering digambarkan sebagai bossy.
Anak tengah diposisikan di antara dua ekstrem, anak tertua dan anak bungsu. Sehingga, mereka berusaha untuk melakukan hal-hal yang berbeda. Si anak tengah adalah negosiator yang ramah, pandai bersosialisasi, dan patuh. Namun, anak tengah cenderung lebih pemberontak dari saudara mereka.
Anak bungsu dianggap sebagai 'bayi' dalam keluarga dan sering dimanjakan. Ini membuat mereka tumbuh menjadi seseorang yang lucu, senang mengambil risiko, lebih bahagia, ramah, suka mencari perhatian dan lebih sensitif dibandingkan saudara-saudaranya.
Namun, Mendlowitz menegaskan, urutan kelahiran memainkan peran yang relatif kecil dalam menentukan kepribadian, hanya lima persen. "Ada banyak faktor lain yang menentukan siapa kita dan bagaimana kita akan menjadi seseorang," katanya seperti dikutip dari Times of India.
            Jadi, salah satu faktor pendukung yang memengaruhi kepribadian kita adalah urutan lahir. Terlepas dari lingkungan baik itu lingkungan keluarga, kerja, sekolah ataupun kuliah. Lingkungan yang baik disertai dengan pendidikan yang cukup maka akan dapat membentuk pribadi yang bisa jadi terlepas dari karakter seorang bossy ataupun manja.
Source: Yahoo
»»  READMORE...
Menjadi Secantik Aisyah r.ha © 2008 Por *Templates para Você*